Salju

Jumat, 31 Mei 2013

GADIS LENTERA MALAM



“…..tit tit..” delete!
“tit…tit..” delete!
Ini sms yang kesian kali tak sempat untuk dibaca di delete saja. Isinya masih sama dari kemaren beberapa bulan yang lalu “ apa kabar?” atau “sudah makan?” dan “lagi ngapain?” aneh. Begitulah yang dirasakan Dara. Wanita anggun berparas oval berwajah oriental dengan kerudung sederhana tanpa bisa dimodel-model. Ribet itu alasannya.
Dia masih sibuk dengan kertas dan penanya, menyusun kata-kata, mengolahnya seperti membuat donat yang simple tapi nikmat untuk disantap. Hampir setiap jam bahkan menit dia harus menerima pesan yang inti pembicaraannya tidak jelas. Ia selalu mengabaikannya, bukan sombong tapi Dara tipe wanita bukan basa basi. Baginya basa basi adalah kependekkan dari kebohongan.
Satu tulisan kelar minggu ini, majalah langganan dara untuk mengirim artikel selalu bertanya “kapan lagi nih tulisannya mampir kerubrik kita?”. Kali ini dara membahas masalah “bahasa alay”, gadis ini sangat ilfeel jika harus membaca sms, status-status di sosial network bertulis jungkir balik dan harus memutar otak ribuan kali saat kata dipotong sepotong-potongnya contoh  “lagi “ menjadi “ge”, “sama” menjadi “ma” dll.
Beberapa bulan terakhir banyak pria mendekati Dara, dalam kapasitas kerja kadang kenalan dari teman dan sahabat pena yang membaca artikelnya. Gadis ini hanya menyikapi dengan dingin, biasa saja karena kebanyakan dari mereka hanya sekedar ingin kenal dan mendapat nasehat super dari Dara. Ya dara memang cocok menjadi Motivator, kata-katanya hampir seperti motivator terkenal Mario Teguh. Teduh, keibuan dan menusuk jiwa apalagi yang sedang galau.
Tahun ini genap usianya 26 tahun, usia yang sudah matang untuk berumah tangga, setiap kali pulang kerumah orang tuanya pertanyaan “kapan nikah?” selalu menyambutnya. Bagi Dara itu tidak masalah toh Jodoh Allah yang menentukan. Manusia hanya merencanakan. Pertanyaan klasik yang tak satu pun orang bisa menjawabnya.
Sepulang dari Kantor majalah langganannya Dara menuju sebuah Kafe untuk menghilangkan dahaga sekaligus menghindar dari terik matahari. Beberapa hari ini kota benar-benar dilanda kemarau yang panjang, pepohonan yang ditanam disekeliling jalan tak mampu membendung senjata dari langit itu.
Dara memilih duduk di bawah payung-payung untuk mendapatkan angin segar, sambil menikmati jus longan kesukaanyaan dan gemercik kolam ikan kecil disudut café. Sebuah suara menghentikan lamunannya “dara” panggil seseorang dari belakang.
“Farhan” terlihat raut dara terkejut dengan sosok seorang pria dihadapannya. Farhan teman sekolahnya di SMU lulusan Institut Kesenian Jakarta, sudah hampir 5 tahun ia tak pernah bertemu dengan pria ini. Wajahnya yang tampan, tinggi dan putih dulunya selalu menjadi rebutan para gadis-gadis kecuali Dara pada saat itu. Pertemuan itu sungguh diluar dugaannya. Mereka bercerita panjang lebar sekaligus reuni kemasa lalu.
“jadi sekarang kamu benar-benar hidup dari seni, bravo han, orang selalu beranggapan pekerja seni itu kere, buang-buang waktu dan hanya hidup sebagai glandangan tapi dari kacamata kamu semua itu salah, kamu entrepreneur sejati” pujian Dara sambil melemparkan senyum terbaiknya.
“ah biasa aja ra, kamu juga sukses jadi penulis, artikelmu sudah kemana-mana, tuh novel mu tentang malaikat dari hutan tropis bakal diangkat kelayar lebar kan? Sarjana Ekonomi yang kreatif” pujian balasan dari farhan mereka saling tetawa.
Pertemuan itu berakhir sebelum azan ashar berkumandang, biasa tukaran nomor atau PIN handphone selalu menjadi penutup yang manis.
Hari-hari yang dilalui Dara sama seperti hari biasanya, hanya saja kali ini ia lebih kerap memandang setiap sms yang masuk, dari siapa dan apa isinya. Itu terjadi setelah ia bertemu Farhan. Berbeda dengan pesan kebanyakan, pesan dari Farhan selalu ia tunggu bahkan detak jantungnya selalu berdebar setiap kali ponselnya berbunyi.
Farhan selalu berkomunikasi dengannya hampir setiap waktu walau hanya lewat sebuah pesan atau chat di social network, mulai terbangun hingga ia terlelap oleh hening malam. Awalnya Dara menikmati hal itu, entah karena ada benih sesuatu yang mulai tersemai di hatinya atau karena ia memang butuh seseorang yang gokil dalam kesehariannya yang lelah. Farhan selalu berbagi cerita lucu bahkan kadang membicarakan hal-hal yang berbau romantis, membuat hati Dara sedikit luluh karenannya.
Tetapi lama kelamaan Dara merasakan hal yang aneh, perasaan gelisah, takut, sakit dan perasaan-perasaan yang hilang timbul tanpa ia mengerti, setiap tulisannya terasa hambar, pikirannya tak bisa terkonsentrasi terhadap apa yang ia tulis, lebih menakutkan lagi wajah Farhan menghiasi setiap sudut di dalam otak kiri dan kanannya.
Malam yang hening, Dara bersimpuh di dua pertiga malamnya. Diatas sajadah, air mata gadis itu terjatuh berderai-derai, ia bermohon ampun kepada Sang Pencipta, yang menciptakan Hati beserta virus yang membusukkannya. Hatinya telah kotor memikirkan seseorang yang belum pantas untuk ia pikirkan, ibadahnya tercemar bahkan dalam sholat pun Dara memikirkan sosok pria bernama Farhan.
Dara malu kepada Sang Khalik terhadap prinsipnya selama ini “SAY NO TO PACARAN”. Walau Farhan belum benar-benar mengungkapkan perasaannya ke Dara tapi pria itu sang pembawa virus cinta ke hati Dara, menabur kata-kata indah nan romantis membuat Dara terlena.
“Ya Allah Engkau yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, jika ia buruk bagi imanku jauhi ia dariku, jika ia baik bagi ku dekatkanlah, satukan kami dalam hubungan yang halal, jauhi aku dari maksiat dan zina, pertemukan aku dengan seseorang yang mencintaiku karenaMU Ya Kaarim”
Dara mengusap kedua tangannya kewajah cerahnya, kini air mata itu telah terhenti, curhat dengan Sang Pemilik Hati memang lebih lega. Dara menarik nafas panjang dan bertekad untuk tidak terbuai lagi kata-kata indah Farhan dan Farhan Farhan lainnya.
Pagi yang cerah setelah melewati malam yang penuh sahdu, Dara mengawali langkahnya dengan Basmalah, pesan singkat Farhan belum ia balas, ia bertekat untuk bertemu langsung dengan pria yang ia kenal sejak SMU itu untuk mendapatkan kepastian kemana hubungan mereka akan dibawa, apa hanya sekedar sahabat lama, atau kekasih untuk maksiat atau menjadikan dia sebagai pendamping hidupnya di dunia dan akhirat.
Dia tak mau terlalu larut dengan perasaan-perasaan yang tidak jelas, gadis itu terus menyibukkan dirinya, proyek besar sedang menunggu, Sutradara yang mengangkat novelnya kelayar lebar menawarkan gadis itu untuk bekerjasama. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan tanpa sadar virus bernama Farhan terlupakan, pesan singkat yang pria itu kirim hanya terbalas seadanya.
Kini Dara kembali kepada normal, mungkin inilah jawaban dari doa-doanya. Kesempatan untuk bertemu pun semakin tipis, kesibukannya terus menumpuk bahkan dalam masa lengang pun ia tak lagi memikirkan pria itu. Hatinya benar-benar tejaga oleh Sang Khalik yang tak ingin wanita solehah terjamah oleh hidung belang yang hanya berniat untuk menguji imannya.
Terbukti, setelah beberapa lama gadis itu melupakan Farhan, pria itu muncul dipemberitaan majalah gosip, kedekatannya dengan beberapa artis dan foto-foto mesranya pun beredar di dunia maya.
“astaugfirullahalazim...ampuni hambamu ya Allah, mungkin hambamu yang hina ini pernah terjatuh dan hamba bersyukur Engkau masih memberi hamba kesempatan untuk melihat yang benar serta yang buruk. HasbunalLâh Wani’mal-Wakîl”, Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”
Gadis itu mengakhiri dua per tiga malamnya dengan witir 3 rakaat. Hari ini ia tak ingin tertidur dan ingin menunggu hingga subuh dengan menulis sebuah artikel “gadis lentera malam”.                 
S E L E S A I

Senin, 27 Mei 2013

"terang"

Entah kemana arah terang itu.
Disaat aku mendekat ia terus menjauh,
dan saat aku menjauh ia terus mengejarku.

Terang itu menuntun aku dalam kegelapan.
Sesuatu yang aku benci.
Terang itu datang walau mataku terpejam rapat,
hangatnya, cahayanya menembus pelipis mata.

Entah bagaimanapula terang ini membawaku pada sebuah mesjid berkubah emas.
Lenteranya berhias kristal mewah.

Terang ini pula yang membiarkan aku gelap dibawah pohon rindang, malam ini.

Aku terhenti pada titik tempias terang itu.
Aku memandang dari sini,
pergilah jemput aku disaat pintu mesjid kubah emas itu terbuka.
Sambil kutatap sekeliling mesjid itu tak berdinding.

Aku menarik nafas panjang, tertunduk sayu.
Sehelai daun yang bkn kering dan bukan layu jatuh.
Aku tersenyum.
GB/26/05/13slp

HIDAYAH : MESJID KUBAH EMAS DARI BAWAH POHON RINDANG


               Kenalkan namaku Ratu Balqis, orang memanggilku kentut, atut, kadang hey. Aku sudah akrab dengan panggilan itu, aku hidup sendiri dikota besar, aku terbiasa mandiri. Menginjak dewasa aku tak mengenal yang namanya agama yang sejak lahir tercatat dicatatan sipilku, awalnya aku acuh dan tak pernah ingin mengetahui tentang Islam. Tapi semenjak aku mengenal seorang sahabat bernama Khusnul dia membuat aku tertarik mengenal Islam lebih dalam, ia menuntunku satu persatu rukun Islam yang menurutku jauh dari kehidupanku.
            Berawal pertemuanku diperpustakaan sekolah, khusnul yang diselimuti kerudung panjang yang hampir menutupi setengah tubuh bagian atasnya tersenyum penuh keteduhan membuat aku iri dengan pemilik senyum itu.
“sedang cari buku apa?” sapa khusnul dengan lembut
“ehhmmm gak ada cuman liat-liat aja” aku tergugup suara lembut khusnul berbeda dengan suara-suara yang selama ini aku dengar.
“kenalkan aku khusnul kelas XI A”khusnul menghulurkan tangan mungilnya yang hanya terlihat setengah jari-jari tangan
“ratu balqis XI D” aku sungkan menjabat tangannya, aku merasa aneh, dan aku berlalu tanpa menghiraukan tangan khusnul yang masih terjulur.
“datanglah ke markas kami Rohis disebelah ruangan UKS” teriakan khusnul.
Aku hanya mendengar sekilas tak sadar aku membawa buku “mengenal Islam karya Eko Haryanto Abu Ziyad”.
Aku berlalu dan melupakan peristiwa itu berminggu-minggu. Tepat ujian semester pertama, aku kembali lagi ke perpus, melewati rak kumpulan buku-buku agama islam, aku teringat khusnul dan ruangan Rohis. Entah apa yang aku bayangkan, ku tinggalkan tempat itu dan menyusuri ruang UKS, tepat disampingnya sebuah ruangan kecil penuh tanaman talas dan bunga kertas beragam warna terlihat indah mengapa tempat ini asing bagi ku, atau mungkin ia terletak disudut sekolah yang hampir tak terlihat.
Aku berdiri disamping pintu, tulisan dan kalimat-kalimat arab Terpampang dengan jelas didalamnya, aku hanya tahu kata Bismillah dan ucapkan assalamualaikum sebelum masuk. Terdengar olehku bisikan halus dan aku coba untuk mengintip di celah jendela. Khusnul gadis itu sepertinya sedang memberikan arahan kepada beberapa orang wanita, ada yang berkerudung sama sepertinya ada pula yang hanya menyarungnya sambil sesekali diperbaiki karena terjatuh, ada pula yang sama sepertiku.
Jantung ku berdetak kencang tanganku memegang erat sudut jendela, entah mengapa aku ingin menangis dan bahkan terjatuh, tanpa ku sadari aku menjatuhkan pot bunga disampingku membuat semua yang ada didalam memandang jendela dan aku bergegas lari sekencangnya. Terlihat khusnul mengejarku namun aku bisa bersembunyi dibalik pepohonan.
Ujian semester telah usai, waktunya liburan, semua teman saling memamerkan tempat yang akan mereka kunjungi.
“hey atut lu liburan kemana? Achh pasti di kamar bulukan lu kan haaa” seluruh kelas menertawakanku
“hey tut tut gak usah repot-repot dikampung sebelah ada kerajinan tembikar, ya udah lu kesono aja hahahaa”
Aku terbiasa dengan suara-suara itu, sebagai gadis yang kurang sempurna aku wajar mendapatkan perlakuan seperti itu. Sejak peristiwa kecelakaan bus yang menimpa rumah kami dan menewaskan ayah dan ibu ku, aku dititipkan di panti asuhan, dengan disiplin yang tinggi membuat bathinku meronta dan aku memilih hidup dijalanan hingga akhirnya sebuah keluarga sederhana menampungku.