Salju

Rabu, 03 Oktober 2012

LARANGAN IMAM EMPAT TERHADAP ILMU KALAM DAN BERDEBAT DALAM MASALAH AGAMA


1. IMAM ABU HANIFAH

Putera Imam Abu Hanifah, yang namanya Hammad, menuturkan: “pada suatu hari ayah datang ke rumahku.waktu itu dirumah ada orang-orang yang sedang menekuni Ilmu Kalam, dan kita berdiskusi tentang suatu masalahtentu saja suara kami keras, sehingga tanpak ayah terganggu. Kemudian saya menemui beliau, “hai Hammad, siapa saja orang-orang itu?”, Tanya beliau. Saya menjawab dengan menyebutkan nama mereka satu per satu.”apa yang sedang kalian bicarakan?”, tanya beliau lagi. Saya menjawab :”ada satu masalah ini dan itu”. Kemudian beliau berkata,”hai Hammad, tinggalkanlah ilmu kalam”.

Kata Hammad selanjutnya:”padahal setahu saya, ayah tak pernah berubah pendapat, tidak pula menyuruh sesuatu kemudian melarangnya”. Hammad kemudian berkata kepada Beliau :”wahai ayahnda, bukankah ayahndapernah menyuruhku mempelajari ilmu kalam?”. “Ya, memang pernah”, jawab beliau. “tetapi itu dahulu. Sekarang saya melarangmu, jangan mempelajari ilmu kalam,”tambah beliau.
“kenapa?, wahai ayahnda?”, tanya Hammad lagi. Beliau menjawab, Wahai anakku, mereka yang berdebat dalam ilmu kalam, pada mulanya adalah bersatu pendapat dan agama mereka satu. Namun syetan mengganggu mereka sehingga mereka bermusuhan dan berbeda pendapat (Al-Makki, Manaqib Abu Hanifah, hal. 183-184).

Kepada Abu Yusuf, Imam Abu Hanifah berkata: “jangan sekali-kali kamu berbicara kepada orang-orang awam dalam masalah Ushuluddin dengan mengambil pendapat Ilmu Kalam, karena mereka akan mengikutikamu dan akan merepotkan kamu.

2. IMAM MALIK BIN ANAS

Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari Mush’ab bin Abdullah az-Zubairi, katanya, Imam Malik pernah berkata:”saya tidak menyukai Ilmu Kalam dalam masalah agama, warga negeri ini juga tetap tidak menyukainya, dan melarangnya seperti membicarakan pendapat Jahm bin Safwan, masalah Qadar dan sebagainya. Mereka tidak menyukai Kalam kecuali di dalam terkandung amal. Adapun kalam didalam agama, bagi saya lebih baik diam saja, karena hal-hal diatas. (Jami’ Bayan al-Ilm wa al-Fadhilah, hal 415)
Imam al-Khatib al-Baghdadi meriwayatkan dari Ishaq bin Isa, katanya, saya mendengar Imam Malik berkata:”berdebat dalam agama itu aib (cacat)”. Beliau juga berkata:”setiap orang datang kepada kita, ia ingin berdebat. Apakah ia bermaksud agar kita ini menolakapa yang telah dibawa oleh malaikat Jibril kepada Nabi sallalahualaihiwassalam?”

Imam al-Harawi meriwayatkan dari Aisyah bin Abdul Aziz, katanya, saya mendengar Imam Malik berkata: “hindarilah bid’ah”. Kemudian ada orang bertanya:”apakah bid’ah itu, wahai AbuAbdillah?”. Imam Malik menjawab :” penganut Bid’ah itu adalah orang-orang yang membicarakan masalah nama-nama Allah, sifat-sifat Allah, Kalam Allah, Ilmu Allah dan qudrah Allah. Mereka tidak mau bersikap diam (tidak memperdebatkan) hal-hal yang justru para sahabat dan tabi’intidak membicarakannya”. (Dzamm al-Kalam, lembar 173-B)
Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Imam Syafi’i, katanya, Imam Malik bin Anas, apabila kedatangan orang yang dalam agama mengikuti seleranya saja, beliau berkata: “tentang diri saya sendiri, saya sudah mendapatkan kejelasan tentang agama dari Tuhanku. Sementara anda masih ragu-ragu. Pergilah saja pada orang lain yang juga masih ragu-ragu dan debatlah dia”, (al-Hidayah, VI/324).